Minggu, 11 Juni 2017

Perkembangan Cloud Computing di Indonesia



Sejak diperkenalkan satu dekade lalu, konsep cloud computing mulai banyak dimplementasikan oleh perusahaan besar maupun menengah, serta pemula atau startup di seluruh dunia maupun di Indonesia pada khususnya. Komputasi awan melibatkan implementasi beberapa kumpulan server yang dapat di-remote oleh suatu aplikasi network, di mana memproses suatu lokasi penyimpanan data atau storage, yang dapat diakses secara bersamaan melalui beberapa komputer dan terminal secara online.
Konsep tersebut bermanfaat untuk memberi kemudahan dan kenyamanan dalam memberikan akses kepada wadah kumpulan informasi yang dibagikan, yang dapat digunakan sebagai sumber daya, dan mudah untuk diatur konfigurasinya. Komputasi Awan juga membantu perusahaan mengurangi cost untuk operasional teknologi secara drastis dan signifikan. Namun, perkembangannya di Tanah Air bisa dikatakan cukup lambat. Kenapa?
Berdasarkan survei PwC IT Outsourcing dan Cloud Computing, dari CIO dan eksekutif senior lainnya di 489 perusahaan global, 77% berencana beralih ke komputasi awan, baik yang sudah terlaksana maupun masih dalam tahap pengembangan. Di Indonesia, teknologi cloud telah mendapat perhatian dari pemerintah dan perusahaan-perusahaan multinasional. Meskipun banyak yang berminat untuk beralih, namun implementasian tergolong lambat.
Kekhawatiran utama dalam lambatnya pengimpelentasian komputasi awan tersebut adalah hal keamanan, kompleksitas mekanisme berlangganan dan migrasi aplikasi, yang mencakup perencanaan keuangan, manajemen sumber daya manusia dan ERP (enterprise resource planning). “Keamanan itu harus mengadaptasi, antara lain, comfort, seamless, simple, elegant dan not complicated to use,” kata Vish Padmanabhan, Technical Advisor PwC Consulting Indonesia.
Perkembangan komputasi awan di Indonesia memanglah masih seumur jagung, namun sepertinya sudah banyak pengguna korporasi yang meliriknya. Tetapi sebenarnya apakah mereka semua mengetahui apa itu komputasi awan sebenarnya?? Komputasi awan atau cloud computing adalah gabungan pemanfaatan teknologi komputer termasuk segala elemen yang berada di bawahnya dalam suatu jaringan dengan pengembangan berbasis internet, nah inilah makna yang sebenarnya awan yang berfungsi untuk menjalankan program atau aplikasi melalui komputer- komputer yang sudah terkoneksi pada waktu yang sama. Di Indonesia sendiri sebenarnya sudah menggunakan atau memanfaatkan teknologi komputasi awan ini, seperti telekomunikasi, bahkan yang saat ini sedang trend seperti gojek, mereka menggunakan teknologi komputasi awan, custumer mendownload aplikasi gojek untuk memesan tukang ojek di play store kemudian server akan menerima pesanan tersebut. Nah tentu saja mereka menggunakan koneksi internet inilah contoh mudah penggunaan teknologi komputasi awan atau cloud computing itu tadi.
Menurut beberapa ahli salah satu hambatan perkembangan komputasi awan di Indonesia adalah telah terjadi salah persepsi terhadap penggunaan layanan komputasi awan itu sendiri, karena banyak yang mengartikan bahwa layanan komputasi awan hanya digunakan sebagai media back up untuk sistem yang sedang berjalan. Padahal sebenarnya layanan komputasi awan tersebut tidak sekedar digunakan sebagai back up namun sesungguhnya dengan memanfaatkan layanan awan atau cloud, sebuah perusahaan seharusnya mampu menekan biaya pengembangan secara signifikan. Layanan cloud ini dikatakan dapat difungsikan atau digunakan untuk pengembangan sistem informasi yang lebih aman, dapat setiap saat diakses dimanapun anda berada, dan yang paling penting adalah pengguna korporasi tidak perlu membangun infrastruktur sekaligus menyediakan lokasi untuknya seperti pengadaan data center atau data colocation.
Dengan melalui layanan cloud ini, pengguna dapat melakukan penerapan aplikasi yang ingin digunakannya menggunakan metode virtualisasi. Namun saat ini Indonesia telah mengembangkan layanan cloud computing ini agar tidak ketinggalan, misalnya ada biznet yang meluncurkan viznet cloud, kemudian perusahaan telekomunikasi Indonesia seperti telkom juga ikut berinovasi dengan mengembangkan infrastruktur untuk layanan konputasi awan yang disebut dengan telkom cloud. Selain itu banyak juga software perusahaan indonesia yang mengembangkan layanan komputasi awan ini misalnya software untuk mengatur keuangan anda dengan berbasis android amplop.in dan ngaturduit.com. yang lebih jelas didepan anda adalah pemakaian aplikasi gojek, bahkan saat ini setelah kemunculan pesanan ojek melalui aplikasi berbasis android, penyedia jasa layanan transportasi ikut mengembangkan layanan ini seperti bajaj, taxy, dan lain sebagainya.
Yakinlah hal ini merupakan awal perkembangan komputasi awan di Indonesia yang nantinya sisi bisnis apapun akan menggunakan layanan cloud computing karena dirasa lebih menguntungkan dengan membaiknya distribusi bandwith di Indonesia maka ini akan menjadi faktor penentu perkembangan komputasi awan di Indonesia. Kabarnya pemerintah akan ikut andil mendorong berkembangnya layanan komputasi awan ini di negara Indonesia yang akan memberikan dukungan positif pada pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini dibuktikanya dengan adanya UU perlindungan pemanfaatan teknologi di Indonesia. Menurut pemerintah cloud computing akan memberikan nilai tambah yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, ekonomi nasional akan tumbuh menjadi besar dan dapat mengurangi kebocoran dana yang terjadi selama ini.
Bagi pemerintah komputasi awan merupakan suatu teknologi baru yang dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya teknologi informasi dan komunikasi karena layanan komputasi awan ini menggabungkan pemanfaatan teknologi komputer dan pengembangan jaringan . teknoogi ini diharapkan memberikan banyak perubahan dalam bentuk transformasi masyarakat menuju e- masyarakat atau dalam bentuk khusus misalnya transformasi usaha kecil dan menengah. Hal ini ditunjukannya semakin banyak perusahaan yang memakai layanan komputasi awan, maka perusahaan komputasi awanpun mulai berkembang di Indonesia.

Rabu, 07 Juni 2017

tugas SIM 2



ADOPTION OF TRANSACTIONAL B2C MOBILE COMMERCE
Abstrak
Tujuan Riset
Mengingat proliferasi perangkat mobile, m-commerce diperkirakan akan mengalami pertumbuhan substansial. Namun, sebagian besar aplikasi m-commerce, kecuali beberapa, telah gagal memenuhi harapan. Dalam penelitian ini, penulis bertujuan untuk meneliti faktor-faktor tertentu yang berkaitan dengan penerapan individu akan B2C mobile commerce tansaksional.
Desain Riset/Study
Desain / metodologi / pendekatan penelitian ini adalah sebuah kerangka kerja yang komprehensif  dan mengintegrasikan teori mapan adopsi teknologi yaitu model penerimaan teknologi (TAM) dan teori perilaku yang direncanakan (TPB) dan dikembangkan. Lebih khusus, manfaat yang dirasakan secara reconceptualized untuk meningkatkan spesifisitas teori ini untuk mobile commerce. Model yang dihasilkan secara empiris diuji dengan pengguna perangkat mobile yang sebelumnya tidak menerapkan mobile commerce.

Manfaat Riset
Makalah ini menunjukkan kebutuhan untuk mengembangkan teori difusi inovasi dan TAM lebih lanjut dengan cara menyertakan dampak dari pengaruh sosial dan variabel karakteristik individu. Selanjutnya, makalah ini juga menunjukkan kegunaan akuntansi untuk spesifisitas artefak IT secara umumnya dan aplikasi m-commerce secara khusus. Dalam penelitian ini, kekhususan artefak IT dicatat dengan menguraikan manfaat yang dirasakan menjadi pertimbangan khusus yang relevan dengan penerapan m-commerce. Seperti pendekatan menyajikan keuntungan besar. Memang, pentingnya dan besarnya tindakan formatif menunjukkan yang karakteristik m-commerce adalah perangkat adopsi.
Kata kunci Electronic commerce, sistem komunikasi bergerak, Modeling
Paper type Research paper

Introduction
Mobile commerce, sering disebut sebagai m-commerce, biasanya menunjuk penggunaan perangkat nirkabel (khususnya ponsel) untuk melakukan transaksi bisnis elektronik, seperti pemesanan produk, transfer dana, dan perdagangan saham (Kalakota dan Robinson, 2002). M-commerce awalnya diperkirakan akan mengalami pertumbuhan substansial untuk beberapa alasan, seperti proliferasi cepat adopsi perangkat mobile (Lebih 1,52 miliar pengguna mobile global menurut salah satu sumber [1]) dan jelas keuntungan dari konektivitas kapan-di mana saja. Namun, sebagian besar aplikasi m-commerce, kecuali untuk aplikasi pribadi sangat sedikit seperti download ringtone, telah gagal memenuhi harapan (Anil et al, 2003;. Liang dan Wei, 2004). Oleh karena itu penting untuk menjelaskan karakteristik teknologi mempengaruhi adopsi m-commerce.
Dalam penelitian ini, kami mengintegrasikan teori perilaku terencana (Fishbein dan Ajzen,
1975; Ajzen dan Madden, 1986) dan model penerimaan teknologi (TAM) (Davis,1989) untuk menjelaskan penerapan m-commerce. Berdasarkan proses elisitasi keyakinan, kita mengidentifikasi driver khusus
penerapan m-commerce untuk memperhitungkan kekhususan dari artefak. Sebagai Ajzen (1991) pendukung, hanya pada tingkat spesifik keyakinan, daripada operasionalisasi generik di seluruh aplikasi, kita bisa belajar tentang unik faktor yang menyebabkan satu orang untuk terlibat dalam perilaku yang menarik. Pendekatan seperti membantu kita untuk mengidentifikasi keyakinan yang menonjol yang spesifik untuk konteks m-commerce. Itu Model diuji secara empiris melalui survei diberikan kepada pengguna ponsel yang tidak terlibat dalam m-commerce. Selain kontribusi teoretis, penelitian ini menyajikan kontribusi praktis yang penting. Secara khusus, praktisi dapat memperoleh wawasan berharga kekuatan pendorong dari m-commerce adopsi, yang dapat memandu pelaksanaan dan kegiatan pemasaran mereka.
Kertas hasil sebagai berikut. Pada bagian berikutnya, kita meninjau literatur tentang
penerapan individual m-commerce. Kami kemudian menyajikan model penelitian kami dan yang landasan teoritis. Ini diikuti dengan deskripsi dari studi empiris dirancang untuk menguji model yang diusulkan. Kami kemudian membahas hasil empiris dan mereka implikasi.

Literature review
Literatur menyajikan beberapa definisi dari m-commerce, beberapa lebih luas daripada yang lain. Untuk beberapa peneliti, m-commerce mengacu pada transaksi moneter dilakukan selama jaringan telekomunikasi nirkabel. Peneliti lain mengadopsi perspektif yang lebih luas dari m-commerce, mendefinisikan sebagai wireless B2B dan B2C, pertukaran operasional dan
data keuangan dalam rantai pasokan pada berbagai tahap siklus hubungan  hidup bisnis
 (Elliott dan Philips, 2004; Gary dan Simon, 2002). Dalam studi ini, berfokus
di adopsi individu B2C m-commerce. Contoh menonjol dari B2C m-commerce mencakup layanan mobile keuangan (misalnya m-banking, m-pembayaran, dan m-broker), belanja mobile (misalnya m-ritel, m-ticketing, dan m-lelang), ponsel hiburan (misalnya m-game, m-musik, m-video, dan m-taruhan), dan mobile informasi (misalnya akses mobile berita olahraga, ramalan cuaca, peta, dll).
Secara tradisional, tiga teori - yaitu teori difusi inovasi (Rogers, 1995), model penerimaan teknologi (TAM; Davis, 1989; Davis et al, 1989.) dan teori perilaku yang direncanakan (TPB; Ajzen, 1991) telah digunakan untuk menyelidiki adopsi teknologi informasi pada umumnya.
Teori difusi inovasi berfokus pada karakteristik yang dirasakan inovatif, mendalilkan lima faktor penentu adopsi teknologi, yaitu :
1)      keunggulan relatif;
2)      kompleksitas;
3)      kompatibilitas;
4)      triabilitas; dan
5)      observabilitas.
Bukti empiris telah menunjukkan bahwa hanya keuntungan relatif, kompatibilitas dan
kompleksitas secara konsisten terkait dengan adopsi inovasi (Agarwal dan PRASA, 1998).
Teori difusi inovasi telah digunakan dalam penelitian sebelumnya menjelaskan adopsi TI
secara umum (Karahanna et al., 1999) dan adopsi m-commerce khususnya (Wu dan
Wang, 2005). Konseptual TAM memiliki karakteristik teknologi sebagai manfaat yang dirasakan dan persepsi kemudahan penggunaan. Beberapa peneliti mengusulkan integrasi inovasi  Adopsi mobile commerce teori difusi dan TAM. Misalnya, Mallat et al. (2006) yang menggunakan  kedua teori untuk memahami adopsi layanan mobile ticketing, menggunakan dirasakan kemudahan kegunaan dan persepsi penggunaan konstruksi dari TAM dan kompatibilitas dan mobilitas dari teori difusi inovasi.
Selain faktor teknologi, pengadopsian m-commerce  juga dipengaruhi oleh faktor sosial dan individu. TPB berfokus pada faktor-faktor ini. Ini mendalilkan bahwa perilaku individu ditentukan oleh niat perilaku, yang pada gilirannya didorong oleh sikap, norma subjektif dan kontrol perilaku yang dirasakan. Sikap mencerminkan jumlah  keyakinan perilaku dilakukan. Norma subjektif ditentukan oleh total keyakinan normatif yang dilakukan  mengenai harapan acuan yang penting. Dirasakan hasil pengendalian perilaku dari total keyakinan kontrol diakses, yaitu keyakinan tentang adanya faktor yang dapat memfasilitasi atau menghambat kinerjam perilaku. Oleh karena itu TPB menekankan sikap adopter terhadap para teknologi, pengaruh sosial (norma subjektif) dan karakteristik adopter ini (Dirasakan kontrol perilaku). Telah banyak digunakan untuk menjelaskan adopsi TI padaumum dan dalam beberapa studi adopsi m-commerce (misalnya Khalifa dan Cheng, 2002).
Integrasi teori-teori ini bisa menghasilkan model yang lebih kuat daripada salah satu dari mereka berdiri sendiri. Oleh karena itu, penelitian ini mengikuti pendekatan integratif untuk menyelidiki m-commerce adopsi dengan mengambil teknologi, sosial, dan individu faktor ke pertimbangan.


Theoretical development
TAM berpendapat bahwa dampak dari variabel eksternal lain pada niat perilaku sepenuhnya dimediasi oleh dua keyakinan akan  kegunaan dan kemudahan penggunaan. TAM telah diterapkan secara luas dalam konteks adopsi teknologi informasi dan juga digunakan sebagai Teori menyeluruh untuk m-commerce yang telah diadopsi. Dalam konteks ini,
manfaat yang dirasakan terkait dengan penggunaan m-commerce; sedangkan kemudahan penggunaan mencerminkan upaya yang dirasakan dalam menggunakan m-commerce.
Baru-baru ini, penelitian yang cukup telah dilakukan untuk mengeksplorasi peran norma subjektif dan dirasakan kontrol perilaku dalam TAM. Norma subjektif telah diidentifikasi sebagai prediktor utama untuk kegunaan yang dirasakan (Venkatesh dan Davis, 2000), sedangkan komputer efektivitas diri telah diusulkan sebagai penentu penting dalam  kemudahan penggunaan (Venkateshdan Davis, 1996). Menurut Venkatesh dan Davis (2000), efek langsung norma subjektif tentang kegunaan yang dirasakan diwujudkan melalui internalisasi proses, di mana orang-orang menggabungkan pendapat referen penting 'ke dalam struktur keyakinan mereka sendiri, terutama bila penggunaan bersifat sukarela. Menggunakan m-commerce biasanya sukarela dan di depan umum, membuat efek norma subjektif tentang manfaat yang dirasakanlebih menonjol.
Figure 1. Research Model
 
Davis et al. (1989) berpendapat bahwa persepsi kemudahan penggunaan berhubungan dengan perasaan tentang efektivitas diri. Efektivitas diri mengacu pada penilaian individu dari / kemampuannya untuk menggunakan teknologi secara efektif (Bandura, 1991). Sebelum langsung pengalaman dengan target teknologi, jangkar persepsi individu bahwa kemudahan spesifik penggunaan teknologi baru untuk kepercayaan  umum mereka mengenai teknologi lainnya dan penggunaannya (Venkatesh, 2000). Kausalitas antara efektivitas diri dan kemudahan penggunaan telah dibuktikan di beberapa studi. Misalnya, Venkatesh dan Davis (1996) meneliti enam sistem yang berbeda dan temuan mereka mendukung hipotesis bahwa persepsi individu dari kemudahan sistem penggunaan berlabuh ke a umum komputer efektivitas diri setiap saat.
Agarwal et al. (2000) lebih lanjut dibedakan antara komputer efektivitas diri umum dan
-aplikasi tertentu efektivitas diri. Hasil penelitian mereka menunjukkan hubungan yang lebih kuat antara spesifik komputer efektivitas diri dan kemudahan penggunaan
Seperti yang direkomendasikan oleh Ajzen (1991), peneliti menganggap keyakinan menonjol yang khusus dengan konteks, karena hanya pada tingkat keyakinan tertentu kita dapat belajar tentang faktor unik yang mendorong seseorang untuk terlibat dalam perilaku yang menarik.   Lebih lanjut, dia berpendapat bahwa kepercayaan yang menonjol harus ditimbulkan dari responden sendiri, atau dipercontohan  dari sampel responden yang merupakan perwakilan dari penelitian populasi. Oleh karena itu, kami mengidentifikasi pertimbangan tertentu yang
dirasakan kegunaan m-commerce melalui proses keyakinan elisitasi, yang akan dijelaskan dalam bagian metodologi. Lima faktor - yaitu biaya, kenyamanan, privasi, efisiensi dan keamanan - diidentifikasi sebagai komponen manfaat yang dirasakan. Biaya telah diidentifikasi dalam studi sebelumnya sebagai faktor penting untuk adopsi e-commerce secara umum (misalnya Limayem et al., 2000). Dalam konteks m-commerce, biasanya mencakup biaya berlangganan (misalnya berlangganan WAP) dan biaya terkait transaksi. Privasi dalam m-commerce mengacu pada sejauh mana pelanggan memiliki kontrol atas waktu dan keadaan berbagi diri (Fisik, perilaku, atau intelektual) dengan orang lain.

Keamanan mengacu pada keamanan bertukar informasi, terlepas dari tingkat privasi yang terlibat. Efisiensi meliputi dua aspek dalam m-commerce:
(1) Navigasi
(2) Proses transaksi

        Akhirnya, kenyamanan mengacu pada sejauh mana m-commerce membuat lebih mudah bagi pelanggan untuk melakukan transaksi. Dalam hal ini, m-commerce berpendapat untuk benar-benar setiap saat dan di mana saja, untuk menyediakan tingkat yang lebih tinggi dari kustomisasi (misalnya berbasis lokasi atau layanan berbasis sikap).
Dari hasil pemikiran teoritis tersebut maka, rumusan hipotesisnya adalah:
H1. Dirasakan manfaat akan memiliki efek positif pada niat individu untuk
mengadopsi m-commerce.
H2. Persepsi kemudahan penggunaan akan memiliki efek positif pada niat individu untuk
mengadopsi m-commerce.
H3. Persepsi kemudahan penggunaan akan memiliki efek positif pada kegunaan yang dirasakan.
H4. Norma subjektif akan memiliki efek positif langsung pada niat individu yang
mengadopsi m-commerce.
H5. Efektivitas diri akan memiliki efek langsung yang positif pada niat individu untuk
mengadopsi m-commerce.
H6. Norma subjektif akan memiliki efek positif pada individu yang merasakan kegunaan m-commerce.
H7. Individu yang merasakan efektivitas diri akan memiliki efek positif pada persepsi
kemudahan penggunaan.

Methodology
Untuk menguji model penelitian, peneliti melakukan studi survei cross-sectional di Hong Kong, yang memiliki salah satu pasar telekomunikasi selular yang paling bersemangat di dunia dengan layanan telepon tingkat penetrasi selular dari 96 persen pada tahun 2003 [2]. Layanan M-commerce yang tersedia di Hong Kong termasuk beberapa transaksi mobile (e. Ticketing, pembayaran tagihan, perbankan, perjudian), pelayanan informasi (berita misalnya olahraga, cuaca prakiraan, peta lokal) dan hiburan (misalnya games, ringtones, wallpaper / screensaver, dan browsing internet). Dalam survei itu, peneliti menjelaskan kepada responden bahwa fokus dari studinya adalah layanan m-commerce transaksi yang melibatkan pembayaran seperti m-ritel (misalnya m-ticketing dan nada dering pembelian) dan m-lelang. Ruang lingkupnya yaitu transaksi m-commerce yang melibatkan pembayaran yang dimotivasi oleh arti-penting dari masalah keamanan dan privasi untuk transaksi tersebut.
Kuesioner dikembangkan, pra-diuji dan kemudian diberikan kepada sampel acak dari pelanggan layanan mobile. Dari 220 kuesioner yang dibagikan, 202 adalah 115 kembali. Memberikan kupon hadiah kepada responden membantu mendapatkan seperti tingkat respon yang tinggi (lebih dari 91 persen). Semua peserta yang ditargetkan memiliki ponsel tapi tidak mengadopsi layanan m-commerce belum, sebagaimana yang dijabarkan dalam survei itu sendiri. Profil demografis responden dijelaskan dalam Tabel I. perangkat mobile mos peserta (77,2 persen) tidak Wireless Application Protocol (WAP) yang aktif. ANOVA digunakan untuk menguji potensi dampak jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan pengalaman internet. tidak ada perbedaan yang signifikan ditemukan.

Measures
Dimensi tertentu yang merupakan manfaat yang dirasakan dari m-commerce diidentifikasi melalui proses keyakinan elisitasi online. Proses keyakinan elisitasi terlibat kelompok fokus online yang terdiri dari 40 pengguna perangkat mobile yang tidak mengadopsi m-commerce. Subyek yang dipilih diundang untuk berpartisipasi dalam diskusi online asynchronous. Mereka diminta untuk mendiskusikan faktor yang berkontribusi terhadap kegunaan menggunakan m-commerce secara umum dan jasa yang melibatkan pertukaran moneter nirkabel pada khususnya. 

Berdasarkan hasil dari proses keyakinan elisitasi, peneliti mengidentifikasi lima faktor utama:
(1) cost;
(2) convenience;
(3) privacy;
(4) efficiency; and
(5) security

Faktor-faktor ini diukur dengan item formatif. Konstruksi teoritis lainnya dioperasionalisasikan menggunakan divalidasi skala reflektif dari penelitian sebelumnya. Langkah-langkah untuk persepsi kemudahan penggunaan yang diadaptasi dari skala yang dikembangkan oleh Davis (1989) dan Davis et al. (1989). Pengukuran norma subjektif dan niat perilaku yang diadaptasi dari skala yang digunakan oleh Taylor dan Todd (1995). Efektivitas diri diukur dengan skala diadaptasi dari Marakas et al. (1998).

Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan secara holistik dengan menggunakan kuadrat terkecil parsial (PLS) prosedur, karena memungkinkan untuk penggunaan simultan pengukuran reflektif dan formatif dan mampu untuk model konstruk laten dalam kondisi non-normalitas dan kecil untuk ukuran sampel menengah (Chin et al., 2003). Peneliti melakukan tes signifikansi untuk semua jalur menggunakan prosedur bootstrap re-sampling (Cotteman dan Senn, 1992) dan pendekatan standar untuk evaluasi yang memerlukan beban jalan dari konstruk ke langkah-langkah untuk melebihi 0.70. Untuk memeriksa konsistensi internal, peneliti mengandalkan tindakan komposit reliabilitas (r) dan varians rata diekstraksi (AVE), seperti yang disarankan oleh Fornell dan Larcker (1987). Peneliti menguji validitas diskriminan dengan membandingkan akar kuadrat dari AVE untuk suatu konstruksi khusus untuk korelasi dengan konstruksi lain (Fornell dan Larcker, 1987) dan dengan memeriksa silang beban dari konstruksi.


Diskusi dan Hasil
Kami mengandalkan faktor tunggal Harman, metode yang banyak digunakan, untuk memeriksa metode varians umum yang dapat mengancam validitas internal (Podsakoff dan Organ, 1986).
Menurut pendekatan ini, metode varians umum ada jika ada satu faktor
memberikan sebagian besar kovariansi dalam ketergantungan dan independensi
Variabel. Analisis faktor eksplorasi tidak mengungkapkan faktor dominan apa pun, menyiratkan metode
varians yang umum tidak menjadi masalah dalam penelitian ini.




Kesimpulan dan implikasi
Studi ini dimotivasi oleh kontradiksi antara tingkat penetrasi yang tinggi
perangkat seluler dan tingkat adopsi m-commerce yang rendah.
Dalam memahami drivernya
untuk adopsi m-commerce, kami memperluas teori difusi inovasi dan TAM
Model
nya dengan menggabungkan efek langsung dan tidak langsung dari dua konstruksi TPB:
(1) norma subjektif; dan
(2) self-efficacy.

Dari artefak
, berdasarkan proses elisitasi keyakinan yang diajukan oleh Ajzen (1991), kita
dapat mengidentifikasi lima manfaat yang diharapkan yang dianggap penting oleh potensi
Pengadopsi
an m-commerce:
(1) biaya;
(2) kenyamanan;
(3) privasi;
(4) efisiensi; dan
(5) keamanan.
Top of Form